Top
    bdk_semarang@kemenag.go.id
(024) 7460290 / 08-222-555-9177

ASAL USUL NAMA MADINAH (Madinatu Rosulillah)

Jumat, 09 April 2021
Kategori: Artikel Ilmiah
90510 kali dibaca

Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rasul
Serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Bait di atas adalah petikan lagu Bimbo yang berjudul “Rindu Kami Padamu”. Bagi siapa saja yang mencintai Nabi Muhammad, ketika melantunkan lagu tersebut, tentu akan bergetar hatinya. Ya… memang demikianlah, bagaimana tidak bergetar hati bahkan meneteskan airmata, ketika seseorang yang begitu mencintainya dan hanya mengenalnya melalui catatan sejarah, membayangkan dan merenungkan sosok manusia agung, Muhammad sang Utusan Allah. Sosok manusia sempurna yang menjadi suri tauladan manusia di dunia. Yang dalam bait-bait bahasa arab telah melukiskan betapa sempurnanya beliau, Muhammad Rasulullah.

Sejarah telah mencatat tentang Nabi Muhammad Saw. mulai dari biografinya, nasabnya, proses nubuwah  dan kerasulannya, perjuangannya menegakkan agama Islam, akhlaknya, dan hamper seluruh aspek yang meliputi beliau. Nabi Muhammad juga dikenal seorang perencana yang handal, yang antara lain adalah keberhasilannya dalam mendirikan sebuah kota yang menjadi pusat awal perjuangan Islam, yaitu dikenal dengan nama Madinah.

Sebelum menjadi sebuah kota yang tertata dengan baik, keadaan Madinah saat kedatangan Rasulullah Saw. belum merupakan sebuah kota. Akan tetapi merupakan gugusan bukit-bukit yang terhampar luas, dan berisi oase-oase tersebar mengikutinya. Hal ini digambarkan oleh seorang peneliti sejarah Husain Mu’nis dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Otentik Nabi Muhammad”. Lebih lanjut Mu’nis menjelaskan, gugusan bukit-bukit itu diapit oleh dua dataran tinggi al-bazilt al-aswad (kerikil-kerikil hitam) yang terpisahkan oleh oase-oase antara lain Quba’, Yatsrib, Sineh, Ratij, Hisaikah. Wilayah tersebut dikuasai oleh beberapa golongan antara lain Aus, Khazraj dan Yahudi dan masing-masing menguasai oase tertentu.

Secara lebih rinci, kondisi geografis Yatsrib digambarkan oleh Yusno Abdullah Otta (2010:481) bahwa Madinah memiliki beberapa kelebihan dibanding daerah lainnya di wilayah jazirah arab, yaitu cocok sebagai army basement. Sebelah Barat kota Madinah terdapat lokasi yang dikenal dengan nama ‘Harrah Wabaarah’, yaitu daerah berupa bebatuan vulkanik yang menghiasi bukit-bukti. Pada musim panas akan terasa sangat menyengat dan hanya mungkin dapat dilalui para penunggang unta. Bagian timurnya sama dengan bagian barat dan dikenal dengan nama ‘Harârah Waqîm’. Di daerah bagian selatannya merupakan daerah yang cukup produktif dan potensi untuk dijadikan lahan pertanian. Sedangkan daerah utama, merupakan daerah ‘bersahabat’ yang merupakan satu-satunya akses menuju Madinah.

Asal-Usul Nama Madinah

Yatsrib merupakan nama asal kota Madinah. Di dalam kitab Akhbar al-Madinah karya Ibnu Zabalah (2003:165&184) dijelaskan bahwa Yatsrib merupakan nama seorang laki-laki dari ‘Amaliq. Bani ‘Umalaq adalah kaum yang pertama kali menempati dan memakmurkan daerah tersebut. Adapun silsilahnya adalah ‘Umalaq bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh As.. Jadi kalau dilihat dari urutan silsilah tersebut, Yatrib merupakan keturuna ketiga Nabi Nuh As.

Sebelum menjadi sebuah kota, keadaan Yatsrib sangat jauh dari keberadaban. Kondisi sosial masih berwujud tribalisme (kesukuan), tidak ada suatu peraturan yang mengikat bersama, saling bermusuhan antar kabilah meskipun berada dalam wilayah yang sama. Misalnya, permusuhan antara Aud dan Khazraj, juga permusuhan antara kelompok Yahudi meskipun mereka satu bangsa. Bani Quraidzah, Bani Qainuqa dan Bani Nadhir tidak pernah hidup damai dan sering terjadi pertikaian yang bahkan menjurus peperangan. Maka, jangan diharap ada kemapanan sosial, kultural, ekonomi dan hukum.

 Adalah Rasululllah Saw. yang menjadikan wilayah Yatsrib ini sebagai kota. Oleh sebab itu dikenal dengan nama Madinatu Rosulillah. Penyebutan ini didasarkan pada jasa dan jerih payah beliau yang mengubah dan melakukan tata wilayah sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah kota yang beradab.

Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa kondisi geografis di Madinah berupa wilayah luas perbukitan dan oase dan telah dimiliki oleh kelompok-kelompok yang ada di sana. Hal ini membawa konsekuensi ada daerah kosong yang belum ada pemiliknya. Dalam perjanjian yang dibuat dalam baiat ‘Aqobah, sebelum Rasulullah hijrah, ada kesepakatan bahwa ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau berhak sepenuhnya untuk menempati tanah yang kosong yang ada di Madinah. Ketika Rasulullah dan rombongan muhajin sampai di Madinah, mula-mula yang beliau bangun adalah masjid yang berfungsi ganda sebagai tempat ibadah sekaligus kegiatan sosial. Salah satu sudut masjid dijadikan kediaman beliau.

Selanjutnya beliau merancang pembangunan jalan yang menghubungkan masjid dengan bukit Sala’. Dalam proses pembangunannya, beliau ikut bekerja. Terdapat tanah kosong yang berisi rerumputan berduri. Tanah ini beliau jadikan sebagai pemakaman umum dan dibuat jalan menghubungkan dengan masjid. Membuat jalan utama memanjang dari timur ke barat dan jalan utama yang menghubungkan dengan masjid Quba. Dengan adanya pembanguna jalan-jalan ini, penduduk membuat rumah kedua sisinya. Sehingga nampaklah suatu kota yang tertata rapi. Sedangkan tanah-tanah kosong lainnya yang menjadi hak Rasulullah, beliau bagi-bagikan kepada para sahabat dengan syarat agar tanah tersebut dikelola secara produktif baik sebagai lahan pertanian maupun peternakan.

Dengan adanya penataan seperti di atas, sangat terlihat betapa Rasulullah Saw. berupaya untuk mengubah pola hidup nomanden menjadi masyarakat yang memiliki peradaban dan maju. Dan sinilah salah satu makna hijrah yaitu meninggal pola hidup nomad menuju tatanan masyarakat yang beradab. Hal ini penting untuk mewujudkan stabilitas masyarakat yang memiliki hubungan erat dengan civil society (civilization).

Selanjutnya, Rasulullah meletakkan dasar-dasar persatuan untuk mewujudkan stabilitas dan tanggung jawab wilayah bersama. Beliau mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar yang saling mencintai. Dalam sejarah arab, ikatan persaudaraan tanpa hubungan kerabat ini belum pernah dikenal. Oleh karena itu, ikatan persaudaraan yang dibuat oleh Rasulullah Saw. merupakan yang pertama kali.

Ikatan persaudaraan Muhajirin dan Anshar menjadi dasar persaudaraan di masyarakat. Dan setelah mengakar kuat, beliau bermusyawarah dengan para sabahat Muhajirin, Anshar, suku-suku Juhainah, Balawi, dan Qudha’i dan individu-individu yang turut hijrah ke Madinah. Adapun yang di musyawarahkan adalah sebuah dokumen undang-undang yang mengatur kehidupan sosial masyarakat Madinah baik dalam urusan-urusan internal maupun eksternal. Dokumen ini dikenal dengan nama Piagam Madinah (Sahifah Madinah).

Piagam Madinah merupakan dokumen undang-undang yang mengatur batas-batas grografis, menguraikan hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat sebagai jaminan keadilan, kesetiaan, ketentraman, keamanan jiwa dan harta. Seluruh anggota masyakarat bertanggung jawab atas stabilitas dan keamanan dalam negeri. Piagam Madinah ini oleh sejarahwan dinobatkan sebagai consensus peradaban yang pertama kali dibuat oleh manusia. Dengan adanya Piagam MAdihan, era perbudakan dan rasialisme telah berakhir bagi seluruh penduduk Madinah, termasuk kelompok-kelompok Yahudi.

Rasulullah Saw. berhasil mewujudkan tatanan masyarakat baru yang beradab dan maju. Masyarakat yang saling bersaudara, bersatu, tolong menolong, serta saling menghormati demi kesejahteraan hidup bersama. Itulah mengapa Yatsrib disebut dengan Madinah, atau Madinatu Rasulillah. Menurut Mu’nis (2018), kata Madinah berasal dari Bahasa Suryani, midinta, yang berarti suatu kawasan luas yang dihuni oleh suatu kaum yang kondisi dan kepentingannya sama. Sedangkan dalam bahasa Arab terdapat kata ‘madaniy’  yang berarti masyarakat beradab (civilization). Prosesnya disebut tamaddun yang berarti membangun suatu masyarakat yang memiliki peradaban dan berbudaya maju. Kata-kata yang senada dengan kemasyarakatan yaitu tsaqofah dan hadlarah. Tsaqofah berarti masyarakat yang cerdas dan berpendidikan. Sedangkan hadlarah adalah masyarakat yang berbudaya, modern, sejahtera, tertib hukum. Sedangkan Madinah adalah tatanan masyarakat yang cerdas, berpendidikan, berperadaban, maju, sejahtera ekonomi, sejahtera lahir dan batin, berhukum dan tertib hokum dan memiliki stabilitas keamanan. Singkatnya, Madinah adalah kondisi masyarakat yang didambakan setiap insan manusia. Dan hal ini sudah silakukan oleh Rasulullah yang telah mengubah Yatsrib menjadi Madinah.

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Syabbah dari Abu Ayyub berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang untuk menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib”. Hadits ini terdapat dalam kitab Tarikh al-Madinah karya Abu Zain ‘Amr bin Syabbah. Dalam musnah Ahmad, Barro’ bin ‘Azib juga meriwayatkan, Rasulullah Saw berkata: ”Barang siapa menamai Madinah dengan Yatsrib, maka beristighfarlah kepada Allah, hal itu menjadi baik”. Berdasarkan kedua hadits tersebut, penamaan Yastrib menjadi Madinah merupakan perintah Rasulullah Saw. dan ini selaras dengan keadaan peradaban masyarakat yang telah dibangun oleh beliau.


DAFTAR PUSTAKA

Zabalah, Muhammad bin Hasan. (2003). Akhbar al-Madinah. Saudi Arabiyah: Abdul Aziz bin Salamah.
Otta, Yusno Abdullah. (2010). Madinah dan Pluralisme Sosial Studi atas Kepemimpinan Rasulullah Saw. Jurnal Al-Syir’ah Vol. 8, No. 2, Desember 2010.
Musni, Husain. (2018). Dirosah fi Siroh al-Nabawiyah. Penerj. Muhammad Nursamad Kamba. Tangerang Selatan: Pustaka IIman.

Penulis :

Editor :

Sumber :


Berita Terkait

Tidak ada berita terkait

ARSIP