Top
    bdk_semarang@kemenag.go.id
(024) 7460290 / 08-222-555-9177

Di Balik Aktifitas Makan

Jumat, 16 April 2021
Kategori: Artikel Ilmiah
6136 kali dibaca

Saya mengangkat tulisan tentang makan ini karena terinspirasi oleh KH. Ahmad Bahaudin Nursalim, yang dikenal dengan Gus Baha, ketika mengkaji hadits tentang Nabi Muhammad adalah pemimpin manusia di hari kiamat. Hadits tersebut terdapat dalam kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, dan kajian kitab ini dapat didengar melalui youtube.

Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang berisi perintah makan dan yang terkait dengannya. Antara lain yang pertama adalah surat al-Baqarah 172, berbunyi;

يَـــــأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبـــــــــــتِ مَا رَزَقْنــــــــكُمْ وَ اشْكُرُوْا لِلّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّـاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

Selanjutnya surat al-Maidah ayat 88, yang berbunyi:

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ حَلــــــــــــــــــــلاً طَيِّبًا   وَاتَّقُوْا اللّهَ الَّذِيْ أَنْتُمْ بِه  مُؤْمِنُوْنَ

“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

dan surat an-Nahl ayat 114, berbunyi;

 فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ حَلـــــــلاً طَيِّبًا وَاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”

 

Penyebutan, bahkan dalam ayat tersebut di atas berupa perintah, yang lebih dari 3 ayat menunjukkan bahwa aktifitas makan bukan aktifitas biasa dan ringan serta tidak bisa disepelekan begitu saja. Sebagaimana kita ketahui, makan merupakan kebutuhan pokok manusia. Sehingga dalam fikih, makan masuk dalam kelompok kebutuhan dloruriyah, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Jika tidak dipenuhi, maka manusia tidak dapat hidup layak dan terancam baik di dunia maupun akhirat.

Selanjutnya, kita bisa melihat isyarat betapa pentingnya makan. Di dalam ketentuan syari’at, terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang kafarat (pembebasan) bagi yang melanggara berupa perintah memberikan makan. Misalnya dalam surat al Maidah ayat 89:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗ

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya.”

Di samping ayat di atas, dalam fikih terdapat kafarat bagi suami istri yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan puasa berupa memberi makan kepada 60 orang miskin, berdasarkan hadits:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا

Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR al-Bukhari).

Manusia akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan kehidupannya. Bagi yang menderita suatu penyakit, dia akan berobat meskipun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, bahkan ratusan juta. Maka, aktifitas makan juga memiliki makna yang sama yaitu mempertahankan kehidupan. Jika demikian, semestinya kita harus bersyukur masih dapat mempertahakan kehidupan kita dengan makan. Dengan cara yang baik dan halal, kita bekerja keras untuk meraih rahmat dan rizki Allah. Dan dengan  izin-Nya pula kita dapat memenuhi kebutuhan makan kita.

Bagi sebagian orang, makan menjadi sarana untuk taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Swt. Makan merupakan rahmat dari Allah. Mereka menyadari, betapa manusia ini sesungguhnya memang makhluk yang lemah. Sekuat apapun keadaan fisik manusia, nyatanya masih membutuhkan tempe, tahu, sayur, ikan dan daging makhluk hidup yang tidak berakal sebagai sumber energi untuk beraktifitas. Pada saat itu, mereka akan wushul (mencapai pemahaman atas kekuasaan Allah), dan berucap: “ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”

Penulis :

Editor :

Sumber :


Berita Terkait

ARSIP