Top
   
(024) 7472551

GELAR KARROMALLAHU WAJHAH SAHABAT ALI BIN ABI THALIB

Rabu, 07 April 2021
Kategori: Artikel Ilmiah
68459 kali dibaca

Bulan suci Ramadhan merupakan bulan  yang sangat ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin. Pada bulan tersebut, setiap ibadah pahalanya dilipatgandakan. Bahkan tidurpun, bagi orang yang berpuasa, dinilai lebih baik. Kaum muslimin saling berlomba-lomba menggairahkan ibadah, dengan berbagai bentuknya. Ada yang memperbanyak membaca al-Qur’an, memperbanyak sedekah, dzikir-sholawat dan sebagainya. Dan yang diidolakan adalah melaksanakan sholat tarowih secara berjama’ah.

Untuk menyelenggarakan sholat tarowih secara berjama’ah, biasanya takmir masjid telah menyiapkan segala; tempat dan pengisi kultum. Mengenai pelaksanaan sholat tarowih ini, di beberapa daerah, terutama Jawa Tengah, terdapat tradisi yan menarik. Tradisi ini berupa pembacaan sholawat dan penyebutan nama-nama sahabat Nabi (khulafaurasyidin) di antara salam kedua atau keempat sholat tarawih yang dikerjakan dengan hitungan 2 rokaat setiap salamnya. Pembacaan ini dilakukan oleh seorang pemandu, atau bisanya disebut dengan ‘bilal’. Pembacaan nama-nama Khulafaurrasyidin dimaksudkan sebagai tanda jumlah rokaat dan sekaligus untuk mengenang nama sahabat terbaik Rasulullah Saw. di awal dakwah Islam.

Adapun kalimatnya -setiap daerah bisa berbeda meski intinya sama- secara berurutan sebagai berikut:

الخليفة الأولى أبي بكر الصديق رضي الله عنه

الخليفة الثاني عمر ابن الخطاب رضي الله عنه

الخليفة الثالث عثمان ابن عفّان رضي الله عنه

الخليفة الرابع على ابن أبي طالب كرّم الله وجهه

Mungkin ada yang bertanya, mengapa gelar (laqob) khalifah Ali bin Abi Thalib berbeda dengan tiga khalifah lainnya, yang disematkan lafadz رضي الله عنه (semoga Allah meridhinya). Sementara sahabat Ali bin Abi Thalib, kepadanya disematkan lafadz كرّم الله وجهه (semoga Allah memuliakan wajahnya)?.

Penyematan lafadz كرّم الله وجهه pada sahabat Ali, bukan berasal dari beliau sendiri. Berdasarkan penelusuran literatur yang penulis lakukan, terdapat riwayat bahwa penyematan كرّم الله وجهه pada sahabat Ali diberikan oleh kaum muslimin. Dan semata-mata berdasarkan penghormatan kaum muslimin pada saat itu kepada beliau. Di dalam kitab Ghidzau al-Albab Syarh Mandlumat al-Adab karya Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini al-Hambali, Juz I, halaman 24 disebutkan:

قال الأشياخ: وإنما خصّ على رضي الله عنه بقول كرّم الله وجهه لأنّه ما سجد صنم قط وهذا إنشاء الله تعالى لا بأس به

“para Syeikh berkata: mengenai pengkhususan terhadap sahabat Ali ra. dengan ucapan  كرّم الله وجهه karena sesunggunya sahabat Ali tidak pernah sujud terhadap berhala sama sekali. Dan hal ini Insya Allah tidak apa-apa”

Sejarah mencatat bahwa Ali ra. termasuk salah satu yang mengimani kerasulan Muhammad Saw. mengimani risalah yang dibawanya, dan masuk Islam. Saat itu Ali ra. berusia 10 tahun, yang artinya masih sangat belia (anak-anak). Beliau juga orang yang pertama kali sholat bersama Nabi Muhammad Saw. Dalam suatu atsar, Ali ra. berkata:

عن سلمة بن  كهيل قال: سمعت حبة العرني قال: سمعت عليا كرم الله وجهه يقول: أنا أول من صلى مع رسول الله صّلى الله عليه واله وسلم

“dari Salamah bin Kahil berkata: saya mendengar Hubbah al-‘Urnia berkata: saya mendengar Ali kw. berkata: saya adalah orang pertama sholat bersama Rasulullan Saw.”   (an- Nasai, 1987:19)

Di dalam kitab Fatawa al-Haditsiyah karya Ibn Hajar al-Haitami (1971:102) juga menyebutkan tentang adanya hikmah penyematan lafadz كرّم الله وجهه. Karena Ali ra. tidak pernah sujud kepada berhala, maka semoga Allah memuliakan wajahnya dan memeliharanya agar senantiasa menghadap Allah semata. Sahabat Abu Bakar juga tidak pernah sujud kepada berhala. Namun usia Ali ra. ketika masuk Islam dalam usia yang sangat belia, maka beliau lebih lama dalam keislaman, sehingga gelar كرّم الله وجهه dikhususkan untuk beliau.

Mengenai pengkhususan gelar كرّم الله وجهه untuk sahabat Ali ra., terdapat perbedaan pendapat. Misalnya yang disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an al-Adzim jilid 11 halaman 237:

قلت: وقد غلب هذا في عبارة كثير من النساخ للكتب، أن يفرد علي، رضي الله عنه، بأن يقال: “عليه السلام”، من دون سائر الصحابة، أو: “كرم الله وجهه” وهذا وإن كان معناه صحيحا، لكن ينبغي أن يُسَاوى بين الصحابة في ذلك؛ فإن هذا من باب التعظيم والتكريم، فالشيخان وأمير المؤمنين عثمان بن عفان أولى بذلك منه، رضي الله عنهم أجمعين.

Menurut Ibnu Katsir, ungkapan penghormatan antara Ali ra. dan sahabat yang lain sebaiknya disamakan, meskipun pengkhususan gelar كرّم الله وجهه untuk Ali secara makna benar. Ibnu Katsir hanya menyarankan agar Ali pun sebaiknya menggunakan ‘radhiyallahu ‘anhu saja, bukan karramallahu wajhah atau ‘alaihis salam.

Perbedaan masalah furu’ (cabang) sudah terjadi sejak masa sahabat. Maka, wajar saja apabila masalah gelar كرّم الله وجهه juga terjadi perbedaan. Umat Islam terdiri dari berbagai kelompok (madzhab), dan masing-masing memiliki manhaj  (metode) dalam mengambil suatu ketetapan hokum. Dan yang penting untuk dipahami adalah perbedaan yang terjadi adalah sebagai rahmat dari Allah Swt.

Setiap umat Islam memilik cara yang berbeda dalam mengekspresikan rasa cintanya kepada para sahabat ra. Adakalanya rasa cinta itu diungkapkan dalam bentuk do’a dan syair puji-pujian. Salah satu contoh ungkapan rasa cinta adalah dengan menyematkan gelar          كرّم الله وجهه kepada sahabat Ali ra.

Wallahu a’lam bi ash-showab.


Referensi

Al-Haitami, Ibn Hajar. (1971). Al-Fatawa al-Haditsiyah.  Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
al-Hambali, Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini. (1996). Ghidzau al-Albab Syarh Mandlumat al-Adab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.
An-Nasai, Abdurrohman Ahmad bin Syu’aib. (1987). Kitab Khashaish Amir al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi Thalib. Beiru: Dar al-Kitab al-‘Arabi.
Ibnu Katsir. (1999). Tafsir Al-Qur’an al-Adzim.  Kairo: Dar ath-Thoyyibah

Penulis :

Editor :

Sumber :


Berita Terkait

Tidak ada berita terkait

ARSIP