Top
   
(024) 7472551

Bila Anak Bertanya: “Di mana Allah?”

Selasa, 06 April 2021
Kategori: Artikel Ilmiah
47960 kali dibaca

Anak-anak masih memiliki pola pikir yang polos dan tidak dibuat-buat. Apa yang diucapkan mengalir begitu saja .berasal dari pikirannya. Pola pikir anak-anak sangat sederhana. Mereka sering mengungkapkan dan menanyakan apa yang dilihat dan didengar. Ucapan anak-anak kadang-kadang terdengar serius, lucu, menggelikan dan bisa jadi ‘mengganggu’. Dan yang demikian itu, sebenarnya menunjukkan potensi besar yang dimikili oleh anak.

Sebagai orang tua atau guru, kita tidak pernah luput menjadi sasaran anak-anak untuk dijadikan sebagai narasumber setiap pertanyaan mereka. Mereka menanyakan apa saja yang ingin diketahuinya. Dan kemudian kita selalu berusaha menjawabnya dengan jawaban yang tidak memunculkan pertanyaan beruntun kemudian. Jika anak-ana puas dengan jawaban kita, biasanya mereka akan diam. Tapi, jika tidak memuaskan, mereka akan bertubi-tubi menyerang kita dengan pertanyaan berikut.

Pertanyaan anak-anak ada yang mudah untuk kita jawab dan jelaskan secara memadai. Namun, ada juga pertanyaan yang kadang mengganggu kita. Atau, kita tidak siap menjawabnya karena ada kekhawatiran tertentu. Pertanyaan yang demikian, biasanya berkaitan dengan masalah akidah. Di antara contoh perkataan terkait akidah misalnya tentang surga dan neraka, pahala dan dosa, alam kubur dan hari kiamat, jin dan malaikat. Dan pertanyaan akidah yang paling sulit adalah tentang ketuhanan.

Pernahkan anak-anak bertanya: “Bu, di manakah Allah”?. Mungkin di antara kita pernah mendapatkan pertanyaan semacam itu. Lalu apa jawaban yang layak kita sampaikan kepada anak-anak? Ulama telah memberikan panduan kepada kita apabila ada pertanyaan seperti itu.

Ulama sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa dalam perkara akidah. Demikian juga dalam memberikan jawaban sebuah pertanyaan. Syaikh Muhammad Nawawi al-Jaawi (Banten) menawarkan jawaban ringkas atas pertanyaan terkait Allah. Penjelasannya terdapat dalam kitab Kaasyifatu as-Sajaa, halaman 50.

فإن قال لك قائل أين الله فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان وإن قال لك كيف الله فقل ليس كمثله شيء وإن قال لك متى الله فقل له أول بلا ابتداء وآخر بلا انتهاء وإن قال لك كم الله فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد

Artinya, “Jika seseorang bertanya kepadamu, ‘Allah di mana?’ maka jawablah, ‘Ia tidak bertempat dan tidak mengalami waktu.’ Jika kau ditanya, ‘Bagaimana Allah?’, jawablah, ‘Allah tidak serupa dengan sesuatu apa pun itu.’ Jika kau ditanya, ‘Kapan Allah (ada)?’, jawablah, ‘Dia awal yang tidak memiliki permulaan dan (Dia) akhir yang tidak memiliki penghabisan.’ Jika kau ditanya, ‘Allah berapa?’ jawablah, ‘Allah esa, bukan karena sedikit (kekurangan). Katakanlah Allah itu esa,”

Syaikh Ali Jum’ah, Mufti Mesir, dalam kitab “al-Bayan Limaa Yasytaghilu al-Adzhaan” Juz 2 Bag. I, mengatakan:

“Jika ada anak kecil bertanya ‘dimana Allah’?, maka jawablah bahwa sesungguhnya Allah Swt. Maha Suci, tidak ada bagi-Nya suatu perumpamaan apapun”.

Lebih jauh Syeikh Ali Jum’ah menjelaskan, Allah Swt. wajib al-wujud (wajib keberadaanya/ wujud muthlak). Allah Swt. yang menciptakan zaman (waktu) dan tempat, sehingga tidak layak menanyakan tentang-Nya di mana. Kaum muslimin meyakini bahwa di antara sifat Allah adalah mukholafatu lil hawadits (berbeda dengan makhluk-Nya). Dengan ini, maka tidak boleh melekatkan kepada-Nya apa yang ada pada makhluk, seperti “di mana”, “kapan”. Pertanyaan “di mana”, “kapan”  merupakan pertanyaan yang layak untuk makhluk.

Kedua penjelasan di atas, dapat dijadikan pertimbangan untuk menjawab pertanyaan anak, sehingga tidak membahayakan akidah. Bahkan sebaliknya, diharapkan dapat memperkuat akidah anak.

لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat”.

Jawaban-jawab di atas merupakan jawaban singkat yang perlu diyakini oleh umat Islam secara umum. Mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari ilmu tauhid, ilmu aqidah, atau ilmu kalam secara detil cukup berpegang pada jawaban ringkas di atas dan tidak menambahkannya.

Kita tidak bisa membatasi keluguan pikiran anak-anak. Yang bisa kita lakukan ialah mengarahkan dan memberikan jawaban yang tepat. Hal ini sangat berarti bagi perkembangan jiwa dan pikiran anak-anak. Ajarilah mereka dan termasuk kita semua untuk selalu melihat, memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah Swt yang ada di dunia ini. Semakin mengenal diri dan alam ini, insya Allah akan semakin mempertebal keimanan kepada Allah Swt.

تفكروا في خلق الله، ولا تفكروا في الله

“Berpikirlah tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Allah (karena akal manusia tidak akan mampu (HR. Abu Nu’aim)


Referensi

Ali Jum’ah. (2005). al-Bayan Limaa Yasytaghilu al-Adzhaan. Kairo: al-Muqatham.
Nawawi. (2011). Kasyifatu as-Sajaa Syarh Safinatu an-Najaa. Beirut: Dar Ibn Hazm.

Penulis :

Editor :

Sumber :


Berita Terkait

ARSIP