Top
   
(024) 7472551

Sang Guru Ikhlas

Sabtu, 25 Maret 2023
Kategori: Opini
146 kali dibaca

Teringat ketika soya belajar di madrasah ibtidaiyah swasta di kampung halaman, tiba-tiba salah seorang guru meminta soya untuk mengumumkan pada teman-teman nanti masuk lagi setelah sembayang ashar dengan menggunakan baju bebas karena zaman itu pembelajaran soya hanya setengah hari di madrasah belum memberlakukan full day, sehingga setelah dhuhur bisa membantu orang tuanya, ada yang membantu berjualan di pasar, atau ikut kerja setengah hari di besali (tempat kerja rumahan) membikin tas, kopyah (songkok), dompet, ikat pinggang dan yang di pesisir tentu saja membantu menjemur ikan atau memperbaiki jala serta perahu.

Lalu kenapa kami disuruh masuk lagi ke madrasah setelah ashar, ternyata sang guru mengatakan, "Bapak merasa berdosa karena kamu sekalian belum memahami pelajaran yang bapak sampaikan, sehingga kita ulangi setelah ashar ini". Sungguh luar biasa tanggung jawab sang guru ini, padahal sebagai guru madrasah swasta pada waktu itu tentu honor yang diterima tidak seberapa dan yang lebih luar biasa lagi sang guru tidak mengatakan,"anak-anak bisa les di tempat bapak ya biar nilainya baik", atau "anak-anak ikut bimbingan ya".

Kendatipun sang guru tidak terlalu berkecukupan secara ekonomi tapi tidak mau bertransaksi dan berdagang dengan murid-muridnya, inilah keikhlasan sang guru dulu, bahkan tidak pernah memaksa-maksa agar murid-muridnya membeli Lembar Kerja Siswa walaupun faktanya LKS ini juga tidak pernah disentuh sampai datangnya masa purna siswa, buku pelajaran pun tidak setiap tahun ganti padahal esensi materi didalamnya soma, sehingga ada istilah buku pelajaran turunan karena habis dipakai kakak lalu digunakan juga oleh adiknya, tentu saja menguntungkan orang tua berekonomi lemah apalagi anaknya banyak jumlahnya, dan sekaligus sang guru tidak dinilai sebagai marketingnya penerbit.

Penulis : Muchammad Toha

Editor : Fandy Akhmad

Sumber :


Berita Terkait

ARSIP