(BDK KITA – Semarang) Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Republik Indonesia Prof. Dr. Amien Suyitno, M.Ag., memberikan materi
Pengembangan Sistem Pelatihan kepada para peserta Pelatihan Di Wilayah Kerja
(PDWK) yang diselenggarakan oleh BDK Semarang. Materi disampaikan secara daring
melalui zoom meeting kepada peserta yang berada di beberapa lokus yang berbeda.
Antara lain, Peserta PDWK Manajemen Kemasjidan di Wilayah Kankemenag. Kab.
Gunungkidul dan Kab. Tegal serta PDWK Keluarga Sakinah di Kab. Kulon Progo dan
Kota Tegal.
Mengawali penyampaian materinya, Amin Suyitno
mengatakan, “Diklat yang dirancang oleh BDK Semarang baik yang menyangkut
Kemasjidan maupun Keluarga Sakinah, mempunyai tujuan yang sangat penting.
Artinya diklat ini bukan semata dirancang untuk kebutuhan jangka pendek. Misi
yang paling penting, mari kita ‘urun rembug’ bersama, atau ‘Knowledge sharing’
tukar fikiran bersama-sama, mendiskusikan dengan fasilitator bagaimana
mengelola masjid yang adaptif yang bisa memberikan kemanfaatan yang lebih luas
pada para jamaah”. (01/12/2023)
Dahulu Masjid sebagai sentral semua kegiatan yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW. baik dalam peribadatan, ibadah mahdhah maupun
ghoiru mahdhah bahkan sampai pada tingkat ‘civilization center’ (pusat
peradaban), karena waktu itu fasilitas publik belum sebanyak sekarang. Problem
di Indonesia ada kesan fungsi masjid seperti pada Zaman Nabi, padahal pelayanan
publik (diluar masjid -red) semakin banyak dan luas. Sebenarnya tidak masalah,
tapi agar masjid harus difungsikan lebih banyak digunakan untuk tuntutan
peribadatan mahdhah. Jangan sampai atas nama ibadah sosial, fungsi masjid untuk
spiritual menjadi tidak maksimal, tutur Amin Suyitno.
“Kedepan, bicara pengelolaan masjid perlu diklat manajemen kemasjidan lanjutan. Misal diklat pertama masjid sebagai pusat pengelolaan peribadatan mahdhah, diklat kedua masjid sebagai pusat peribadatan sosial dan diklat ketiga pusat pengelolaan keuangan masjid”, kata Amin Suyitno. Kata kunci yang paling penting masjid harus menjadi tempat yang teduh bagi jamaah. Tempat yang teduh, ‘ayem tentrem’ supaya orang beribadah betul-betul menguatkan spiritualnya, jangan sampai ada penggunaan rumah ibadah yang miss function. Pengurus/takmir masjid harus memastikan, agar fungsi yang sifatnya spiritual lebih diutamakan, karena kegiatan non ibadah mahdhah sudah banyak difasilitasi.
Masjid adalah laboratorium umat, sebab contoh/praktek baik ajaran agama dimulai dari masjid, dan yang paling asasi adalah tentang kebersihan, misal kebersihan di dalam masjid maupun toilet bagian dari tempat toharoh, sering kita abai dalam hal itu. Masjid yang bagus adalah masjid dipastikan sesuai fungsinya, kebersihannya terjaga.
“Pengelolaan masjid yang ramah, menghindari
kegaduhan. Pengurus/takmir masjid harus ‘a ware’ (menyadari) belakangan banyak
oknum menggunakan masjid bukan sebagai masjid, atau muncul tokoh baru dari luar
daerah mengambil alih pengelolaan masjid. Takmir harus mengelola semua hal
dalam tata Kelola masjid, dengan membuat rambu-rambu, ketentuan agar tidak
muncul kegaduhan. Kita bertugas layanan umat harus teduh, harmoni dan
difasilitasi dengan baik”, tutur Suyitno.
Hadir dalam zoom meeting ini, Kepala BDK Semarng, Dr. H. Muchamamd Toha, Hj. Siti Nur Maunah, S.HI., M.S.I., dan juga Ketua Tim Kerja Pelatihan Teknis Pendidikan dan Keagamaan Drs. H. Khoirul Anwar serta para panitia pelatihan PDWK Manajemen Kemasjidan dan Keluarga Sakinah dari masing-masing lokus.
Menyinggung pelatihan Keluarga Sakinah, Kepala
Badan mengatakan, “Tahun ini, kita akan mereformulasi beberapa pelatihan salah
satunya pelatihan keluarga kakinah. Yang mau kita perbaiki Kurikulum
silabus-nya, medianya, upgrading para widyaiswara-nya dan Juga kriteria
pesertanya. Kriteria peserta juga penting dirumuskan kriterianya. Misalnya
pesertanya memang dari keluarga yang tidak sakinah, apa tidak Sakinah menyangkut
iqtisodiyah atau al-mahabbahnya”.
Dibutuhkan kursil dalam pelatihan keluarga
Sakinah yang relevan saat ini adalah bagaimana mengelola konflik, manajemen
resiko. Sebab orang tidak mungkin menghidari konflik sebab konflik harus di
hadapi, ditata, dikelola dan dicari solusi. Banyaknya terjadi firoq
(perceraian) pasti didahului konflik, Hasil penelitian tentang firoq faktor utamanya
konflik keluarga, tegas Suyitno.
Pelatihan keluarga Sakinah jangan hanya menggambarkan hal-hal positif saja, Suyitno menegaskan, “Harus juga dicontohkan sebagai sebuah resolusi konflik adalah beberapa teori ‘risk management’ agar siap-siap dengan problem kerumahtangganya, mengantisipasi badai rumah tangga, mampu memitigasi ombak besar yang mengancam keberlangsungan bahtera rumah tangga”. Keluarga miniatur negara, maka fungsi masing-masing kepala keluarga harus on The Right Place. Fungsi seorang ibu harus tepat sebagai seorang ibu, fungsi Ayah harus sesuai sebagai seorang ayah, namun tidak perlu rigid (kaku). Kita harus terbiasa mencairkan suasana keluarga dengan pendekatan inklusivisme. (*)
Penulis : Nuruz Zaman Amsa | Fotografer : Nazaruddin Latif
Editor : Tim Publikasi
Sumber : Pelatihan Tenaga Tenaga Teknis Pendidikan dan keagamaan, Panitia PDWK dan Tim Publikasi Semarang