Top
    bdk_semarang@kemenag.go.id
(024) 7460290 / 08-222-555-9177

Arskal Salim : Yang Mau Dimoderasi Adalah Sikap, Praktek Keberagamaan

Rabu, 15 November 2023
Kategori: Berita
1518 kali dibaca

(BDK KITA – Kab. Demak) “Saya ingin mulai dengan latar belakang, bagaimana sebenarnya program penguatan moderasi beragama di perkenalkan oleh Kementerian Agama. Bapak/Ibu, Moderasi beragama sebagai suatu program, bukan suatu hal yang baru. Jauh sebelum diluncurkan 2019 akhir oleh Menteri Agama kala itu,  Lukman Hakim Saifuddin. Awal tahun 1970-an, saat menteri agamanya Mukti Ali, itu sudah diperkenalkan dengan nama Tri Logi Kerukunan”, oleh Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof. Dr. M. Arskal Salim GP, M.Ag., saat menyampaikan materi Konsep Moderasi Beragama kepada peserta Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama Berbasis Rumah Ibadah (PMB-BRI) di Wilayah kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak (15/11/2023)

Arskal Salim menyampaikan, bahwa menteri agama berikutnya, Alamsyah Ratu Perwiranegara juga mengenalkan istilah Dialog Antar Iman. Di zaman menteri agama Munawir Sjadzali ada Kerukunan Beragama. Menteri Tarmizi Taher, Muhammad Quraish Shihab sampai Lukman Hakim Saifuddin semua bicara tentang toleransi dan kerukunan, sebab keragaman/kemajemukannya bangsa Indonesia, termasuk kemajemukan secara agama. Agar bisa hidup bersama, saling menghormati maka konsep hidup yang toleran dibungkus dengan Moderasi Beragama.

“Munculnya asumsi negatif, bahwa moderasi beragama hanya ditujukan kepada umat Islam saja. Tidak, semua umat beragama diberikan program moderasi beragama. Kita undang kelompok-kelompok tokoh masyarakat, pemuka agama dan pengurus rumah ibadah. Termasuk di Kementrian Agama kita, semua Bimas ikutkan dalam pelatihan ini. Kebetulan umat Islam mayoritas di Indonesia, karena mayoritas maka yang paling bertanggungjawab, paling berkontribusi untuk memelihara persatuan dan kesatuan, Kata Sesban badan Litbang dan diklat ini.


Materi Konsep Moderasi beragama ini, tidak saja disampaikankepada peserta secara tatap muka di ruang Pengawas Kankemenag. Kab demak, namun paparan materi ini juga diikuti secara zoom meeting oleh peserta PDWK PMB-BRI di Wilayah Kerja Kantor kementerian Agama Kab. Kendal, Sragen dan Wonogiri.

Moderasi beragama tidak mencampuradukkan ajaran agama, sebab ini urusan kehidupan bersama bukan urusan teologis. Mempraktekkan moderasi beragama dalam kepentingan hidup bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Menghormati keyakinan yang berbeda dan menghargai pendapat yang berbeda. “Sering disalahpahami, moderasi beragama yang dimoderasi adalah agama itu keliru. Yang mau di moderasi adalah sikap, praktek keberagamaan kita, cara kita menafsirkan (agama -red) seolah-olah kita yang paling benar atau memilih-milih dalam menafsirkan. Diharapkan moderasi beragama ini, justru mendekatkan  umat beragama kepada ajarannya, bukan menjauhkaan dari agamanya. Sebab orang moderat itu pasti berilmu dan bisa menerima orang lain yang beda pendapat”, tegas Arskal Salim.

Dihadapan 120 peserta, Arskal salim menegaskan “Moderasi beragama bukan antitesa dari radikal, lawan moderasi adalah ekstrem. Fanatik, mempertahankan keyakinan itu tidak bisa disebut ekstrim. Dijelaskannya, bahwa ada 3 hal seseorang disebut tidak moderat atau ekstrem, pertama seseorang dalam beragama, praktek/cara pandang mencederai nilai luhur bangsa. Menggunakan agama untuk memusuhi orang lain, menyerang orang lain, menghabisi orang lain. Kedua, orang punya cara pandang/praktek keagamaan yang menabrak kesepakatan Bersama dalam berbangsa dan bernegara.  Ketiga, seseorang yang cara pandang/praktek keagamaannya melanggar ketentuan hukum, melanggar ketertiban umum.

Moderasi secara bahasa Indonesia artinya pengurangan kekerasan, penghindaran keekstreman, jangan ke kanan jangan ke kiri. Bahasa Latin moderatio artinya ke-sedang-an, tidak kelebihan dan tidak kekurangan, sementara dalam bahasa Inggris Core berarti inti, standart/ukuran. Maka kehidupan bermasyarakat, harus praktek/cara pandang, sikap keberagamaan harus adil, seimbang, ditengah-tengah, wasathiyah/moderat, maka kehidupan bersama akan berlangsung dengan tenang dan damai.

Arskal Salim memaparkan, “Ada 4 indikator moderasi beragama, pertama komitmen kebangsaan. Menunjukkan sikap menerima bangsa ini dan negeri ini sebagai konsep yang final, Pancasila dan UUD 45 kita terima. Kedua Toleran, menghargai perbedaan, mengakui keanekaragaman pendapat/keyakinan dan memberi ruang untuk berekspresi. Ketiga anti kekerasan, membatasi/menjaga dirinya dari berbuat kekerasan baik fisik maupun verbal. Keempat penerimaan terhadap tradisi lokal sepanjang tidak bertentangan ajaran agama”.

Saat memberikan menyampaikan materi, Sekretaris Badan litbang dan Diklat Kementeria Agama ini di damping oleh Kepala BDK Semarang Dr. H. Muchammad Toha, S.Ag., M.Si., beserta Kasubag. TU. Hj. Siti Nurmaunnah, S.HI., M.Si., dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Demak, H. M. Afief Mundzir, S.Ag., M.Si., beserta Kasubag. TU. Dr. H. Nur Fauzi, S.Ag., M.Pd.I.  (*)

Penulis : Nuruz Zaman Amsa | Fotografer : Fandy Ahmad

Editor : Tim Publikasi BDK Semarang

Sumber : Pelatihan Tenaga Tenaga Teknis Pendidikan dan keagamaan, Tim Publikasi & Humas BDK Semarang


Berita Terkait

ARSIP